Pemimpin Yang Jadi Panutan Dan Ideal Buat Kamu
Beberapa Teori Tentang Syarat Kepemimpin Ideal
Berbicara tentang kepemimpinan, ada banyak pemikiran dan teori mengenai
karakter kepemimpinan yang ideal. Memimpin yang diharapkan mampu menjalankan
kekuasaannya secara efektif dan efisien, sehingga dapan mensejahtarakan
rakyatnya. Berbagai buku serta literatur telah banyak membahas hal ini. Berikut
ini ádalah komponen yang harus dimiliki seorang pemimpin yang efektif dan
efisien. Menurut Ruth M. Tappen dalam buku “Nursing Leadership and Management :
Concepts and Practice” (1995) syarat pemimpian yang demikian adalah Knowledge,
Self Awareness, Communication, Energy, Goals dan Action.
1. Knowledge/Pengetahuan
Seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang baik tentang
kepemimpinan dan ilmu tentang ruang lingkup kerja profesinya yang terdiri dari
pengetahuan kognitif maupun skill/keterampilan. Seorang pemimpin akan
dihadapkan pada situasi tertentu dimana dia harus mengambil keputusan yang
tepat dalam menyelasaikan masalah. Dasar untuk pengambilan keputusan yang tepat
adalah pengetahuan dan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki. Oleh karena itu
untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif yang mampumengambil keputusan yang
tepat dalam suatu situasi tertentu maka harus memiliki pengetahuan tentang
hal-hal beriku:
Pertama, leadership. Seorang pemimpin harus mengetahui tentang konsep
kebutuhan dasar manusia, teori motivasi, teori bekerja dalam kelompok dan ilmu
perilaku. Dengan pengetahuan tersebut maka ia akan lebih bisa memahami karakter
anak buah/bawahannya dan hal ini bisa membantu leader dalam menentukan tindakan
apa yang harus dilakukan pada bawahan agar dapat mempengaruhi motivasi dan
perilakunya agar dapa bekerja sama dalam mencapai tujuan.
Seorang pemimpin juga harus mengetahui gaya-gaya kepemimpinan yang
sesuai untuk situasi-situasi tertentu sehingga dapat mengambil sikap yang tepat
dalam situasi tertentu. Leader juga harus memiliki visi yang jelas dan harus
mensosialissikan dan mengkomunikasikan visi tersebut kepada bawahan sehingga
bawahan bekerja bukan karena terpaksa tapi karena mereka juga menginginkan hal
tersebut. Beberapa orang memang terlahir dengan bakat dan karakter seorang
pemimpin tapi sifat dan karakter kepemimpinan bisa dipelajari dan dilatih agar
dapat menjadi pemimpin yang efekif dan efisien.
Kedua, pengetahuan tentang lingkup profesi. Seorang pemimpin harus
memiliki pengetahuan yang baik tentang lingkup kerja profesinya baik
pengetahuan kognitif maupun skill atau keterampilan sehingga dia bisa menjadi
role model dan panutan bagi bawahan, dapa menambah dn memberikan energi positif
pada bawahan dalam melaksanakan tugas.
Ketiga, Critical thinking/berpikir kritis. Seorang pemimpin harus
mempunyai kemampuan berpikir kritis dalam hal pengambilan keputusan yang tepat
untuk kepentingan klien maupun dalam memberikan arahan kepada bawahan. Hasil
dari berpikir kritis akan ditemukan metoda baru yang lebih efekif sehingga
bawahan bekerja bkan hanya sekedar mlakukan hal yang telah menjadi rutinitas
tapi bisa mencoba hal baru yang lebih positif.
2. Self Awareness/Kesadaran Diri
Pemimpin yang baik harus mengenal dirinya dengan baik, diawali dengan
mengevaluasi kekurangan dan kelebihan yang dimiliki sehingga kekurangan
tersebut dapat ditingkatkan. Perlu juga evaluasi tentang perasaan dan situasi
yang berhubungan serta mekanisme koping yang dilakukan. Identifikasi koping
yang dilakukan serta perbaiki koping yang destruktif atau maladaptive kearah
koping yang konstruktif atau tidak merugikan dan menyakiti diri sendiri dan
orang lain.
Dengan kesadaran diri yang baik kita akan menyadari bahwa tak ada
manusia yang sempurna, setiap orang berhak untuk mengalami dan mengekspresikan
rasa senang, sedih, kecewa, bahagia, cemas dn sebagainya. Seorang pemimpin yang
baik harus bisa mengenali tanda-tanda ini pada bawahannya dan selalu berusaha
belajar cara mengahadapi kondisi yang ada dengan cara yang baik.
Kesadaran diri yang baik akan membangun rasa empati yang akan membentuk
rasa kedekatan, kepercayaan dengan bawahan sehingga akan membangun suasana
kerja yang harmonis, saling menghargai dengan bawahan sehingga memudahkan dalam
kerja sama dalam mencapai tujuan. Seorang pemimpin yang baik tidak ragu untuk
meminta evaluasi dari bawahan tentang gaya kepemmpinannya dan begitu pula
sebaliknya. Masukan-masukan tersebut dijadikan motivasi untuk merubah diri
kearah yang lebih baik.
3. Komunikasi
Komunikasi adalah jantungnya kepemimpinan. Seorang pemimpin harus
memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik terhadap teman maupun bawahan karena
komunikasi yang baik adalah merupakan satu strategi dalam mempengaruhi orang
lain. Teknik komunikasi yang harus dimilki diantaranya :
Pertama, mendengar aktif (active listening). Pemimpin yang baik akan
memahami bahwa mendengarkan bawahan akan membuat mereka merasa dihargai dan
merupakan sarana untuk mendapatkan feed back dari mereka. Lakukan klarifikasi
dengan pertanyaan yang tepat dan tidak menyakiti untuk mendapatkan infomasi
yang akurat dalam mengambil keputusan. Mendengar aktif akan membuat bawahan
dapat mengungkapkan perasaan sehingga kebutuhan psikologisnya dapat terpenuhi
dan sekaligus mengurangi rasa cemas yang dirasakannya.
Kedua, menyusun arah/arus informasi. Pemimpin harus membentuk alur
komunikasi yang efektif sehingga dapat menghindari terjadinya miskomunikasi
yang baik antara leader dengan bawahan, bawahan dengan rekan kerja maupun
dengan pasien. Oleh karena itu pemimpin yang baik harus membangun suasana atau
alur komunikasi yang baik pada saat bertemu maupun tidak bertatap muka.
keempat.asertif Pemimpin yang baik harus mempunyai sifat asertif terhadap bawahan. Leader harus menyediakan waktu untuk menerima masukan baik dari pasien maupun dari bawahan dan begitu pula sebaliknya. Masukan disampaikan dengan cara yang membangun, jelas, konstruktif dan tidak menyakiti.
Seorang pemimpin yang baik apabila menemukan kesalahan yang dilakukan
oleh bawahan tidak mengeluarkan kata-kata yang membuat bawahan tersebut merasa
sangat bersalah dan menyakiti hatinya. Feedback yang baik adalah memberikan
kata yang bijak tanpa menyakiti diikuti dengan pemberian informasi tentang apa
yang seharusnya dilakukan
Kelima, saling memberi umpan balik. Anggota tim atau bawahan membutuhkan
evaluasi atau feedback seperti halnya pemimpin. Feedback berfungsi untuk
meningkatkan self awareness/kesadaran diri mencegah asumsi negatif terhadap
perilaku seseorang dan untuk menjadi petunjuk dan motivasi dalam proses
perubahan kearah yang lebih baik.
Keenam, Linking dan networking. Seorang pemimpin harus memiliki jalur
dan akses yang jelas dan mudah baik dalam memperoleh informasi terbaru maupun
dalam melakukan komunikasi dengan profesi atau instansi lain yang dapat
dijadikan tim dalam bekerjasama dalam menyelesikan suatu masalah yang ada.
Pemimpin harus mempunyai pergaulan yang luas dengan profesi lain sehingga
memudahkan dalam menjalin kerjasama
Ketujuh, mengkomunikasikan visi. Seorang pemimpin harus mempunyai visi
yang jelas dan harus mengkomnikasikan dengan baik kepada bawahannya. Kemampuan
mengkomunikasikan visi dengan baik akan dapat membangun motivasi, kerjasama dan
memberikan energi yang baik bagi bawahan dalam bekerja ntuk mencapai tujuan.
Visi yang jelas dan menarik akan membuat bawahan termotivasi untuk bekerja
bukan karena keterpaksaan tapi karena merteka juga menginginkan hal itu.
4. Energi
Seorang pemimpin harus terus menerus tampil dengan energi yang baik
dalam penampilan dan pekerjaannya. Untuk memiliki energi yang baik dan semangat
yang baik maka seorang pemimpin harus memiliki rasa percaya diri dan memiliki
hidup yang seimbang sehingga energi dapat terus menerus terjaga.
Energi atau semangat yang dimiliki oleh seseorang akan dapat ditularkan
keorang lain. Seperti halnya kita bisa sedih dengan kesedihan orang lain, kita
bisa bahagian dengan kebahagiaan orang lain dan kita juga bisa semangan dan
penuh energi karena teman dilingkungan kita juga penuh semangat.
Pemimpin yang selalu terlihat semangat dalam penampilan dan bekerja akan
memotivasi bawahan untuk meningkatkan motivasi dan produktivitas kerjanya.
Energi yang dimiliki seorang pemimpin akan mempengaruhi respon bawahan terhadap
dirinya maupun terhadap pekerjaan yang dilakukan.
5. Goals/Tujuan
Tujuan adalah apa yang akan diralisasikan atau arah yang akan dicapai,
alasan seseorang dan merupakan motivasi untuk berbuat sesuatu/ melakukan
pekejaan tertentu. Seorang pemimpin harus mempunyai tujuan yang jelas yang
meliputi Apa. Siapa, Kenapa dan Bagaimana. Tujuan ini kemudian harus
dikomunikasikan dengan bawahan agar mereka bisa menerima, memahami dan
menyetujui tujuan tersebut sehingga dapat didiskusikan bersama cara
pencapaiannya.
6. Action/Tindakan
Seorang pemimpin yang baik adalah pandai dalam mengambil keputusan yang
tepat dan berorientasi pada tindakan/action. Untuk dapat mengambil keputusan
dan bertindak dengan baik maka seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan,
kesadaran diri, kemampuan berkomunikasi dengan baik, energi, dan tujuan yang
jelas. Seorang pemimpin harus menjadi role model yang baik dalam cara
kepemimpinannya, dalam pelaksanaan tugas maupun dalam membangun kerja sama dan
bekerja sama dengan orang lain termasuk dengan bawahannya.
Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dan keterampilan profesionalisme
yang tinggi yang dikarakteristikkan dengan pengetahuan dan keterampilan yang
baik. Mempunyai kemampuan perencanaan yang baik, koordinasi, evaluasi dan
organisasi bawahan dengan baik sekaligus juga sebagai support sistem dan role
model yang baik bagi bawahannya.
Seorang pemimpin harus selalu penuh semangat dan memiliki energi yang
besar sehingga dapat mempengaruhi bawahan untuk meningkatkan produktivitas
dalam bekerja. Pemimpin yang baik selalu penuh inisiatif dan berani mengambil
resiko dalam menerapkan hal baru yang berguna dalam mempermudah dan mempercepat
proses pencapaian tujuan dan berani menghadapi pihak lain yang tidak sejalan
dengannya dan teguh memperjuangkan kebenaran yang diyakininya.
Dari keenam komponen yang harus dimiliki seorang pemimpin yangefektif
diatas kemudian disempurnakan oleh Ruth M. Tappen dalam buku Essential of
Nursing Leadership and Management.3th ed. (2004), bahwa seorang pemimpin yang
efektif harus memiliki kualitas diri dan kualitas perilaku sebagai berikut :
Kualitas diri : integritas, Berani mengambil resiko, inisiatif, energy,
optimis, pantang menyerah (perseverance), seimbang, Kemampuan menghadapi
stress, dan Kesadaran diri serta memiliki Kualitas perilaku seperti: Berpikir
kritis, Menyelesaikan masalah (problem solving), Menghormati/menghargai orang
lain, Kemampuan berkomunikasi yang baik, Punya tujuan dan mengkomunikasikan
visi dan meningkatkan kemampuan diri dan orang lain
Eric Hoffer, seorang penulis di bidang sosial dan filsuf Amerika
mengungkapkan ada tiga hal yang mendasari kepemimpinan. “Pemimpin harus praktis
dan membumi, sertabisa berbicara dalam bahasa yang realistis dan idealis.”
(“The leader has to be practical and a realist, yet must talk the language of
the visionary and the idealist”). Dengan kata lain seorang pemimpin haruslah
idealis, realitis dan optimis.
Idealisme merupakan kunci seorang pemimpin menentukan arahnya. Pemimpin
yang idealisme berpegang pada kondisi ideal saat ini dengan kondisi yang ingin
dicapai. Idealisme juga berkaitan dengan inspirasi. Arah perjalanan yang jelas
merupakan sumber inspirasi dalam berjuang. Masuk akal bila seorang pemimpin
nasional idealnya juga seorang inspirator, yang memiliki gagasan-gagasan
inspiratif, baik kecil maupun besar, yang menjadi salah satu landasan dalam
meletakkan arah perjalanan bangsa.
Karenanya, pemimpin yang memiliki idealisme adalah pemimpin yang
visioner. Pandangannya tidak hanya ke masa kini, juga ke ; tidak hanya
menyangkut hal-hal praktis kekinian, juga yang idealis-inspiratif.
Poin kedua adalah realitis. Realisme menyangkut pengertian dan pemahaman
akan kondisi dan situasi yang berkembang. Seorang pemimpin yang realistis harus
berpijak bukan hanya pada visinya tetapi juga dengan fakta dan realitas di
sekelilingnya. Seorang pemimpin yang kehilangan realitas tidak hanya akan
kehilangan kepercayaan dari yang dipimpinnya, juga akan membawa ketertinggalan
kepada kelompoknya. Pasalnya, gerak kemajuan suatu bangsa secara relatif
memakan waktu lama, setiap proses kemunduran akan menghasilkan waktu yang jauh
lebih lama untuk kembali ke keadaan yang diinginkan. Ini sudah terbukti dari
pengalaman berbagai negara, termasuk misalnya China di masa Mao Zedong dan
Filipina dengan Fidel Marcos.
Marian Anderson mengatakan, "kepemimpinan harus dilahirkan dari pemahaman
akan kebutuhan dari yang dipimpinnya” (“leadership should be born out of the
understanding of the needs of those who would be affected by it”). Idealisme
dari kepemimpinan harus dibangun di atas fakta dan realitas yang berkembang.
Pemimpin yang memiliki idealisme dan realisme adalah visionaris yang
rasional. Namun, kedua landasan tersebut belum mencukupi kriteria seorang
pemimpin. Diperlukan fondasi yang ketiga yakni optimisme.
Optimisme berkaitan dengan adanya energi, kemampuan manajerial, kesanggupan
untuk introspeksi (self-retrospection) dan semangat positif bahwa kondisi ideal
yang diinginkan, yang didasarkan realitas, dapat dicapai. Pemimpin yang
memiliki optimisme akan mampu menjadi penggerak dan pemandu orang-orang
sekelilingnya. Landasan kepemimpinan ketiga ini mensyaratkan bahwa pemimpin
adalah figur yang cakap (terampil), berpengetahuan dan sekaligus menjadi
tauladan.
Seorang pemimpin yang optimis harus mampu membedakan fakta dari fiksi;
hal mendesak dari yang dapat ditunda; vital dari yang kurang penting; salah dan
benar. Selain itu, diperlukan adanya keterbukaan, kejujuran dan kerendahan hati
(humility). Tanpa hal terakhir ini, mustahil seorang pemimpin mau dan mampu
melakukan self-evaluation terhadap kepemimpinannya. Dengan sendirinya, mustahil
pemimpin menjadi inspirator dan panutan.
Dari fondasi ketiga ini, sayangnya, bekas pemimpin nasional kita gagal.
Kadar humility rendah, self-restropection minim dan ketauladanan jauh dari
harapan, karena pemimpin yang optimis, tidak hanya visionaris yang rasional,
juga yang cakap dan rendah hati.
Dalam hal ini Goleman membagi gaya kepemimpinan menjadi enam macam,
antara lain, Coercive (mampu memenuhi kebutuhan secara cepat), authoritative
(memobilisasi masyarakat dengan visi), affiliative (mampu menciptakan harmoni
dan membangun ikatan-ikatan emosional), democracy (membuat konsesus melalui
partisipasi), pacesetting (meletakkan standar performa yang tinggi), dan
coaching (membangun masyarakat demi yang lebih baik). Karakter dasar ini harus
dimiliki seorang kandidat presiden karena ia akan menjalankan tugas
kepemimpinan apalagi di negara dengan populasi penduduk yang mencapai lebih
dari 200 juta jiwa ini.
Pertama, seorang pemimpin yang hendak dipilih adalah seorang elite
politik yang memiliki tanggung jawab besar, haruslah memiliki pengetahuan yang
luas. Unsur ini sangat penting di masa kini. Mengapa demikian? Agar dapat
berubah lebih cepat dalam persaingan yang ketat dan cepat dimana lingkungan
yang sangat tidak pasti untuk ke depan, pemimpin harus mampu berfungsi sebagai
katalis dalam problem solving, toleran terhadap resiko, berfikir dalam gambaran
keseluruhan dengan keahlian teknis yang menonjol, fokus dalam mengembangkan
hal-hal yang tidak terukur, memiliki keterampilan non teknis dan pengetahuan lintas
fungsi/antar disiplin seperti matematika, logika, sejarah, filsafat, sastra dan
bahasa asing serta disiplin ilmu lainnya.
Kedua, pemimpin harus memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan
informasi dengan baik dan mengkomunikasikannya dengan jelas, singkat, dan
persuasif, keterampilan untuk menganalisis informasi yang kompleks sampai
membuat keputusan yang tepat berdasarkan pendekatan secara logis. Biasanya
seorang pemimpin akan mencari solusi atau jawaban yang terbaik, bukan jawaban
yang ingin kebanyakan didengar oleh bawahan.
Ketiga, seorang pemimpin yang hebat biasanya juga “knowledge worker”
yang seringkali memiliki pengetahuan antardisiplin dan memiliki pengalaman,
serta secara bersamaan menerapkan pengetahuan yang berasal dari beberapa bidang
untuk memecahkan masalah. Mereka seringkali dapat mengkombinasikan pengetahuan
yang berbeda-beda, seperti bisnis dan teknologi. Keempat, adalah seorang
pemimpin juga harus mengerti visi organisasi yang spesifik dan berperan untuk
bisa melihat dan merespon kebutuhan masyarakat.
Selain hal-hal tersebut, kandidat presiden hendaknya memenuhi beberapa
ciri kepemimpinan sebagai berikut; pertama, memiliki kecakapan khusus(skill),
pendidikan, nilai-nilai, dan kepribadian; kedua, memilliki kemampuan dan
persepsi manajerial yang baik; dan ketiga, memiliki self knowledge dan self
reflection.
Senada dengan beberapa teori di atas, Warren Bennis juga mengemukakan
karakter kepemimpinan ideal yakni visioner, kemauan yang kuat, integritas,
kepercayaan, keberanian dan curiosity (On Becoming a Leader, 1994: 39-42).
Beberapa Tokoh Pemimpin Ideal
Beberapa tokoh panutan yang kepemimpinannya cukup ideal dan banyak
menginspirasi kehidupan saya antara lain adalah Rasulullah Muhammad saw,
Khalifah Umar bin Khattab, khalifah Umar bin Abdul Aziz, Sukarno, dan Gusdur.
1. Rasulullah Muhammad saw.
Rasulullah Muhammad saw. adalah sosok Yang bergelar Al Amin (Terpercaya)
sehingga factor kejujuran sangat melekat dalam diri beliau sebagai seorang
pemimpin besar, selain itu yang harus dimiliki sebagai seorang pemimpin adalah
sifat Sidiq, Tablig, Amanah dan Fatonah.
Pertama Sifat Sidiq adalah merupakan keharusan prilaku yang dimiliki
pemimpin haruslah terpercaya, baik itu secara lisan maupun perbuatan jadi
ketika seseorang yang mau menjadi pemimpin atau yang sudah jadi pimpinan saat
ini melakukan pembohongan atau berprilaku seperti itu berarti dia tidaklah
layak sebagai pemimpin, Kedua adalah sifat Tablig seorang pimpinan adalah
penyampaikan pesan untuk Rakyat dan Ummatnya pesan tersebut adalah pesan yang
berupa kebaikan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat luas bukannya
pesan sebaliknya yang bisa menimbulkan keresahan karena saling menjatuhkan satu
dengan yang lainnya, ketiga adalah Amanah yang artinya dapat dipercaya Seorang
pemimpin adalah pemegang amanah Rakyat idealnya apa yang diperbuat adalah untuk
kepentingan bagi pemberi amanahnya bukannya untuk kepentingan untuk memperkaya
diri, kepentingan golongan dan partainya. Yang terakhir adalah Fatonah adalah
sosok pimpinan haruslah orang yang cerdas karena masa depan Bangsa dan Negara
ada di genggaman Dia kalau kita memilih pemimpin yang tidak cerdas yang akan
terjadi adalah Boneka dari orang-orang di sekitarnya yang berbuat sesuai
kepentingannya sendiri.
2. Umar bin Abdul Aziz
Beliau adalah khalifah ke-8 pada dinasti Bani Umayah. Diantara prinsip
dan idealisme politik Umar bin Abdul Aziz yang sangat penting dicatat adalah:
Pertama, Kesederhanaan dan kebersahajaan, arah ini ditujukan pada
seluruh rakyat, bangsawan maupun rakyat jelata. Seluruh rakyat Bani Umayah
dianjurkan mempunyai sikap dan perilaku yang sederhana dan bersahaja. Hal ini
bisa diikuti oleh seluruh rakyat, sekalipun tradisi semacam ini dianggap
bertentangan dengan kebijakan khalifah sebelumnya. Umar bin Abdul Aziz sendiri
yang membuktikan dan memberi tauladan tentang hal ini. Sebelum menjadi khalifah
beliau termasuk orang yang paling mewah hidupnya, tepatnya waktu beliau menjadi
Gubernur di Madinah dan ketika menjadi Katib. Setelah diangkat menjadi
khalifah, beliau justru bersikap sebaliknya, seluruh harta benda di jual dan di
kembalikan untuk kepentingan Negara( bait al mal ).
Kedua, kejujuran. Menurut ajaran Islam,sikap dan perilaku jujur harus di
miliki oleh setiap individu muslim, apalagi seorang pemimpin. Apabila seorang
pemimpin memiliki sikap jujur ini, maka Negara akan aman dan tenteram. Sangat
kecil kemungkinan terjadi korupsi, kolusi maupun nepotisme (KKN). Kejujuran
merupakan tiang utama untuk membangun suatu Negara maupun masyarakat dalam arti
seluas luasnya, kemunduran suatu Negara akan sangat tergantung pada perilaku
yang di miliki oleh para penguasa.
Ketiga. Keadilan dan Kebenaran. Dalam masa kepemimpinan Umar bin Abdul
Aziz, keadilan dan kebenaran menjadi prinsip yang kuat dalam mengendalikan
Negara dan rakyat. Beliau terkenal sebagai khalifah yang sangat memperhatikan
rakyatnya. Agar terhindar dari sifat kezaliman, Umar bin Abdul Aziz banyak
mengembalikan tanah tanah yang dulu di rampas oleh penguasa-penguasa zalim
sebelumnya. Beliau mengembalikannya pada pemilik yang sah. Bahkan beliau
memecat para pejabat yang menguasai tanah rakyat.
Keempat, pembasmian feodalisme. Sikap dan perilaku feodal di kalangan
istana dan masyarakat luas dikikis habis. Menurutnya, sikap dan perilaku
demikian justru akan menimbulkan diskriminasi antara bangsawan dan rakyat
jelata. Umat bin Abdul Aziz sangat tidak setuju terhadap adanya pembedaan kelas
maupun keturunan. Baik keturunan Arab maupun keturunan non Arab. Baginya yang
membedakan mereka hanya takwa, keimanan dan keyakinan terhadap Allah SWT.
Meskipun Umar bin Abdul Aziz keturunan kaum feodal Bani Umayah, dalam kehidupan
sehari hari beliau bertindak tegas menentang sistem kaum feodal. Beliau tidak
setuju dengan cara cara kaum feodal yang menguasai beberapa bidang tanah luas
untuk kepentingan kerabat kerabat istana. Beliau sendiri membuktikan tanah
tanahnya yang luas telah di berikan ke bait al-mal untuk kepentingan kaum
musilimin. Beliau juga sangat tidak setuju kalau kalangan istana harus di beri
penghasilan dalam jumlah yang besar dan diambil dari budget Negara, sementara
mereka tidak bekerja.
Umar bin Abdul Aziz menganggap perilaku pelayanan seperti ini tidak
adil, dengan demikian semua cara dan praktek feodalisme yang di lakukan oleh
Kalifah sebelumnya di hapus. Dalam pembasmian feodalisme, Umar bin Abdul Aziz
mengambil kebijakan untuk mengurangi beban pajak yang biasa di pungut dari
orang orang Nasrani. Beliau memerintahkan penghentian pungutan pajak dari kaum
Nasrani yang telak masuk Islam. Sikap seperti ini merupakan kebijakan yang
mengacu pada tauladan dari Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin sebagaimana
yang tertuang pada piagam Madinah.
3. Sukarno
Sukarno adalah proklamator kemerdekaan RI dan presiden Indonesia
pertama. Ia adalah sosok pemberani yang anti kolonialisme. Pada pertengahan
tahun 50-an Soekarno dianggap penyambung suara Dunia Ketiga. Ia dielu-elukan
sebagai pemimpin handal baik di Barat maupun Timur. Namun, perjuangan Soekarno
melawan imperialisme, politik konfrontasi dan minatnya terhadap komunisme Cina
membuatnya terasing.
Cap warga kelas dua membuat Soekarno dan kaum terpelajar bangkit melawan
kolonialisme. Setelah studi insinyur di Technische Hogeschool Bandung (sekarang
Institut Teknologi Bandung), ia memimpin gerakan nasionalis non-kooperatif
(Non-Ko) dan menolak bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda. Soekarno
langsung menjadi batu sandungan dan memulai konflik dengan otoritas Hindia
Belanda
Soekarno tampil di ajang politik internasional dan definitif
mencampakkan stempel warga kelas dua. Ia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
pada 17 Agustus 1945 di Jakarta ditemani rekan seperjuangannya Mohammad Hatta.
Dibarengi perjuangan pelik, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia..
Sukarno dikenal sebagai Maskot Dunia Ketiga. Sewaktu Konferensi Asia
Afrika di Bandung, ia mendapat kesempatan untuk tampil di forum internasional
sebagai sosok anti neo-kolonialisme. Soekarno sadar akan kekhawatiran Amerika
terhadap KAA. Ia sengaja membuka KAA pada 18 April 1955, paralel dengan 18
April 1775 saat perajin perak Paul Revere bergegas dari Boston ke Concord
memperingatkan kaum revolusioner di Amerika terhadap bahaya Britania.
Ia juga dikenal sebagai entertainer sejati. Pada 1956, Soekarno
memutuskan untuk mengadakan perjalanan diplomatik keliling dunia. Kunjungan
pertamanya dimulai Mei di Amerika Serikat. Dalam pidatonya di Kongres –
diselingi tidak kurang 28 kali tepuk tangan – Soekarno mengambil hati publik
dengan pengetahuannya tentang perjuangan kemerdekaan Amerika. Di Gedung Putih,
ia berkenalan dengan The Eisenhowers yang memberikan cendera mata replika
piring perak buatan Revere. Usai tickertape-parade di New York, Soekarno
beserta delegasi bertolak 7 Juni ke Kanada. Soekarno melakukan wawancara dengan
sebuah radio setempat dalam bahasa Perancis.
Eropa adalah agenda selanjutnya. Italia berada di urutan pertama. Pada
resepsi di taman Istana Kepresidenan Quirina, Soekarno menunjukkan kebolehannya
sebagai penghibur. Ketika Presiden Gonchi dan ajudannya meninggalkan lokasi,
Soekarno mengajari tamu-tamu lainnya tarian Indonesia. Ia sengaja
berimprovisasi dan “memaksa” tokoh-tokoh prominen Roma – diantaranya wanita
bangsawan dan rohaniwan – bertekuk lutut. Sehari sesudahnya, Soekarno
mengadakan audiensi formal ke Paus Pius XII di Vatikan.
Kunjungan Soekarno dilanjutkan ke Republik Federal Jerman. Ia disambut
oleh Presiden Heuss dan Kanselir Konrad Adenauer pada 18 Juni 1956 di Bonn.
Soekarno memperlihatkan intelektualitas dan kepiawaiannya berbahasa asing. Di
Universitas Heidelberg pada 22 Juni 1956 ia memberikan pidato dalam bahasa
Jerman. Orasinya sarat dengan tema-tema filosofis Hegel, filosuf dan tokoh
gerakan Jerman yang sangat terkenal.
Kepandaian, kepiawaian dan keberaniannya membuat Sukarno sulit diikuti
oleh pemimpin Indonesia sesudahnya. Meski di akhir kekuasaannya ia banya
dicerca dan bahkan diasingkan, saat ini justru banyak diidolakan. Ia memang
sosok pemimpin yang layak menjadi idola siapa saja, termasuk para pemimpin
Indonesia selanjutnya.
4. KH. Abdurahman Wahid (Gusdur)
Gusdur adalah salah satu tokoh yang paling banyak menginspirasi
kehidupanku. Beberapa karakter yang dimiliki beliau antara lain:
Pertama, Rendah Hati. Ilmu pertama yang saya dapatkan dari seorang Gus
Dur adalah kerendahan hati. Gus Dur adalah seorang keturunan darah biru (ningrat).
Ayahnya, KH. Wahid Hasyim adalah putera KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Ormas NU
dan Pesantren Tebu Ireng Jombang. Namun, Gus Dur tidak pernah sombong dengan
hal itu. Ketokohan dan kepopuleran Gus Dur bukan karena ia sudah terlahir
sebagai cucu tokoh besar Indonesia, namun karena proses yang begitu panjang
dalam hidupnya. Karakternya sebagai pemimpin yang rendah hati sudah terbentuk
sejak ia masuk Pesantren Tambakberas, Jombang tahun 1956. Bersama santri-santri
lainnnya, ia mengalami hal yang sama dalam proses belajar, tidak ada perbedaan.
Hal itulah yang Gus Dur bawa kemanapun dan mudah diterima oleh siapa saja.
Kedua, Kesederhanaan. Barangkali diantara semua presiden Indonesia,
hanya Gus Dur yang berani mengubah gaya formal dan kekakuan Istana Negara menjadi
“istana rakyat”. Wartawan maupun masyarakat mendapatkan akses mudah, hubungan
mencair dan penuh goyonan. Sandal jepit, sarung ataukah yang selama ini
“diharamkan “ di Istana Negara tidak menjadi persoalan. Nuansa kesederhanaan
semasa di pesantren seakan pindah ke Istana Negara. Gaya berpakaian Gus Dur
tidak seelok dan perlente Soekarno. Cukup kopiah dan pakaian sederhana. Kita
semua masih ingat, ketika Gus Dur digulingkan kekuasaannya sec ara
inkonstitusional oleh DPR-RI tahun 2001, Gus Dur meninggalkan Istana Negara
hanya menggunakan kaos, celana pendek dan sandal. Inilah gaya kepemimpinan Gus
Dur, sederhana namun bersahaja dan bijaksana.
Ketiga, Humanis. Tidak banyak pemimpin di dunia ini yang menerapkan
prinsip humanis daripada otoriter dan kepintaran. Gus Dur adalah seorang
pemimpin yang menerapkan prinsip humanis dalam gaya memimpinnya. Tidak
mengherankan jika Gus Dur mendapatkan banyak penghargaan dalam bidang
perdamaian seperti, Doktor Honoris Causa Bidang Perdamaian dari Soka
University, Jepang (2003), Global Tolerance Award dari Friends of the United
Nations, New York (2003) dan World Peace Prize Award dari World Peace Prize
Awarding Council (WPPAC), Seoul, Korea Selatan (2003). Dengan gayanya yang
humanis, Gus Dur tahu apa yang menjadi kebutuhan masyarakat . Gus Dur berbicara
di Masjid, Gereja dan tempat-tempat ibadah lainnya, bukan atas nama agama,
tetapi atas dasar prinsip kemanusiaan, bahwa manusia diciptakan untuk saling
menghargai dan melindungi satu dengan yang lainnya. Inilah karakter pemimpin
Indonesia yang saat ini sangat dibutuhkan,pendekatan secara humanis kepada
rakyatnya bukan kekuasaan semata.
Keempat, Humoris. Inilah gaya Gus Dur yang sangat khas, humoris dan
penuh guyonan-guyonan segar. Dengan pendekatan yang humoris inilah seakan tidak
ada jarak antara lawan atau kawan. Guyonan-guyonan Gus Dur memecah kebuntuan
dalam setiap persoalan. Namun yang perlu diingat, guyonan dan sikap humoris Gus
Dur sarat makna dan mengandung nilai-nilai kritik serta edukatif. Mungkin
inilah cara Gus Dur menyampaikan sebuah pesan dalam bentuk guyonan-guyonannya.
Ucapan Gus Dur, “gitu aja kok repot,” menjadi karakteristik tersendiri. Dalam
suatu pertemuan dengan Fidel Castro, presiden Cuba, Gus Dur mengatakan bahwa
Indonesia mempunyai empat presiden yang semuanya “gila”. Presiden pertama
(Soekarno), gila perempuan; Presiden kedua (Soeharto), gila harta; Presiden
ketiga (Habibie), gila teknologi; dan Presiden keempat (Gus Dur) membuat orang
jadi gila. Mendengar penjelasan Gus Dur, Fidel Castro tertawa terbahak-bahak.
Kelima, visioner. Seni memimpin ala Gus Dur adalah visioner dan berani
melakukan terobosan. Mungkin sebagian orang mengatakan kebijakan dan keputusan
Gus Dur kadangkala “gila” dan kontroversial. Namun inilah kelebihan Gus Dur,
apa yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan dan ia sudah memperhitungkan
untuk jangka panjang, bukan saat itu. Terobosan-terobosan oleh Gus Dur
mengandung nilai kostrukstif, demokrasi, penegakkan hak asasi manusia dan
perdamaian. Di era Gus Dur, ia berhasil memisahkan Kepolisian daari ABRI
(sekarang TNI). Pada tanggal 26 Oktober 1999, ia membubarkan Departemen Sosial
dan Departemen Penerangan yang selama masa Orde Baru menjadi kekuatan Soeharto.
Tanggal 17 Januari 2000, menerbitkan Keppres No. 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan
Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat
Istiadat China. Inilah cikal bakal hari raya Imlek dijadikan sebagai hari libur
nasional. Selanjutnya pada tanggal 14 Maret 2000, mengusulkan pencabutan Tap
MPRS No. XXV/1996 tentang pelarangan penyebaran marxisme, komunisme dan
leninisme. Pemimpin sekarang harus belajar dari visioner gaya Gus Dur,
keputusan yang diambil bukan karena kepentingan elit politik, pribadi ataukah
kekuasaan semata. Apa yang Gus Dur lakukan untuk kemajuan bangsa. Baginya,
keturunan Tionghoa adalah warga negara yang mempunyai hak sama serta banyak
mengambil peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mantan tahanan politik
adalah manusia yang berhak memperoleh hak hidup layaknya manusia biasa, tidak lagi
didiskriminasikan. Untuk kaum minoritas inilah, Gus Dur berani melakukan
terobosan dan pemikiran yang jauh kedepan dalam bingkai kesatuan negara
Indonesia.
Keenam, sabar dan pemaaf. Dalam era kepemimpinan Gus Dur sebagai
Presiden Indonesia, entah sudah berapa banyak cacian, fitnah, teror dan
sebagainya. Namun sepanjang kepemimpinannya itulah Gus Dur tetap memperlihatkan
kesabaran dan jiwa pemaafnya. Seperti guyonannya, “gitu aja kok repot.” Ketika
group lawak “Bagito Group” mempelesetkan gaya yang melecehkan Gus Dur, malah
Gus Dur membuka pintu maaf untuk mereka. Gus Dur sering difitnahkan telah
murtad, dibaptis di Gereja karena kedekatannya dengan kaum non-muslim. Selain
itu, ia diisukan pula sebagai agen Zionis Israel karena idenya membuka hubungan
diplomatik dengan Israel serta turut mengambil bagian dalam Yayasan Simon
Perez. Penganut paham sekularisme barat, tidak berpihak kepada kaum Muslim dan
dianggap melecehkan Al-Qur’an. Menghadapi semua tuduhan dan fitnah itu, Gus Dur
menjawab dengan “nyeleneh”, gaya khasnya, “Buang-buang energi saja.” Sampai Gus
Dur balik kepada sang Khalik, kita semua tidak pernah menemukan semua
tuduhan-tuduhan itu. Memang kesabaran dan jiwa pemaaf Gus Dur dengan sendirinya
melenyapkan fitnahan dan tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
5. Hugo Chavez
Hugo Chavez adalah Presiden Venezuela yang kini gaungnya semakin kuat
dalam kepolitikan global. Sang presiden pernah di coba di kudeta olah kelompok
"kaum" pemodal. Karena mereka merasa, jika Hugo Chavez memimpin terus
dengan ide-ide sosialis maka kehidupan mereka akan terancam. Sepak terjang sang
presiden sangat memihak kaum miskin, terbukti banyak perusahaan negara yang
dulu di kuasai oleh pihak asing kini di nasionalisasikan. Selain itu, peraturan
dan undang-undang yang di jalankan di sana berdasarkan sistem referendum.
Hugo Chavez, memiliki program di televisi nasional (baca: Indonesia
semacam TVRI) Hallo President. Dalam acara ini, rakyat bisa menyampaikan
pendapatnya "masalah" kepada president, selain itu acara ini juga mengambarkan
aktivitas sang president selama satu minggu. Selain itu, untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat, maka dibuatlah misi-misi khusus yang bertugas menangani
bidang-bidang publik yang bertujuan untuk memfokuskan kerja pada bidang
masing-masing. Misalnya: Mission Robinson I, yaitu pemberantasan buta huruf
bagi mereka yang terpaksa drop-out karena miskin mampu untuk dijalankan.
Program ini adalah program pemerantasan buta huruf pertama kali dalam 102 tahun
dan selesai Juni tahun lalu setelah 1.230.000 orang dianjarkan membaca.
Dilanjutkan dengan Mission Robinson II mengajarkan 900.000 orang dewasa yang
buta huruf hingga tingkat enam (hlm. 108).
Program pembangunan sekolah dan beasiswa bagi anak-anak orang miskin
adalah Mission Ribas dan Sucre, program pembangunan pusat-pusat kesehatan di
tiap barrio (kampung-kampung kumuh dan miskin) Mission Bario Adentro I, program
kredit bagi petani kecil tak bertanah dan bertanah kecil Mission Vuelvan Caras,
program pemastian makanan/sembako murah bagi rakyat miskin Mission Mercal,
program pembuatan tanda identitas (cedullas) gratis bagi orang-orang yang sudah
tinggal di Venezuela 20-30 tahun namun tak memperoleh hak perlindungan sebagai
warga negara Mission Identidad, hingga saat ini, menurut informasi yang saya
peroleh bahwa Mission Bario Adentro II ditetapkan untuk melanjutkan pembangunan
pusat-pusat diagnosa kesehatan guna semakin mengintensifkan misi yang pertama.
Misi Robinson berhasil membebaskan Venezuela dari buta huruf di tahun
2005 lalu (data UNICEF) dan meluluskan 900.000 orang yang drop out sekolah
dasar di tahun 2004. Mission Ribas menyekolahkan orang-orang yang drop out
SLTA, dan Sucre memberi beasiswa untuk orang miskin masuk ke Perguruan Tinggi.
Secara simultan juga membangun 200 Universitas Simon Bolivar di kota-kota.
Selama 102 tahun rakyat tak pernah membayangkan program-program sosial ini
dapat dinikmati dengan gratis. Mission Science diluncurkan pada bulan Maret
2006 dengan investasi lebih dari 400 juta US$ untuk menciptakan
jaringan-jaringan penelitian baru di universitas-universitas Venezuela. Salah
satu tujuannya adalah “mendemokratiskan” ilmu pengetahuan, dalam rangka untuk
dapat dijangkau sekaligus untuk melayani masyarakat.
Program, kebijakan, dan tindakan Chavez tentunya bukan tanpa hambatan.
Sebagaimana digambarkan dalam buku ini, gerakan kontra revolusi berunglangkali
dilakukan oleh kaum oposisi. Kudeta yang dilakukan oleh mereka yang merasa
dirugikan oleh Chavez bahkan telah berhasil merebut kekuasaan selama 48 jam.
Akan tetapi, karena Chavez telah membangun fondasi yang kuat pada gerakan
rakyat yang secara mandiri mengorganisir diri dalam lingkaran-lingkaran
Bolivarian sebagai basis pertahanan revolusi demokratis, maka perebutan
kekuasaan tersebut dapat digagalkan. Chavez hingga kini masih bertahan, bahkan
pada bulan Desember 2006 lalu terpilih kembali dengan suara yang lebih besar
dari pemilu sebelumnya.
Kebijakan dan sepak terjang Chavez memberikan pelajaran terbaik bukan
saja dalam hal bagaimana kebijakan alternatif selain kapitalisme dijalankan,
tetapi juga bagi mereka yang ingin membangun sebuah gerakan yang berkarakter
kerakyatan. Menajalankan kekuasaan rakyat tidak perlu dilakukan dengan gerakan
bersenjata seperti banyak dijalankan oleh gerakan Kiri klasik yang ada di
Amaerika Latin dan kawasan-kawasn lainnya. Dengan jalur parlementer Chavez
ajuga bisa merubah rakyat dan nasibnya, dengan keberanian dan keberpihakan,
suatu yang diperolehnya dari interaksinya dengan gerakan rakyat.
Penutup
Kelima tokoh tersebut merupakan pemimpin besar yang kepemimpinannya
banyak dijadikan standar para ahli dalam mengemukakan teori-teori kepemimpinan.
Tipe, gaya, dan karakter mereka menjadi rujukan beragam teori yang banyak
dikemukakan para ahli kepemimpinan, baik klasik maupun kontemporer. Hampir
semua karakter pemimpin ideal yang dikemukakan para ahli di muka dimiliki oleh
kelima tokoh tersebut.
Untuk itulah maka kelima tokoh tersebut banyak memberikan inspirasi
terhadap saya dalam banyak hal. Khususnya dalam melaksanakan tugas keseharian
dan dalam berhubungan dengan orang lain.
Diposkan oleh Mama Aza di 19.58
Komentar
Posting Komentar